Daerah NTB

Kejati NTB Naikkan ke Penyelidikan Kasus Sewa Eksavator Bima

Mataram (NTB Satu) – Penyidik Kejati NTB memastikan kasus dugaan penyimpangan pada sewa alat berat Eksavator di Pemkab Bima sudah dinaikkan ke tahap penyelidikan.
Setidaknya sudah ditemukan bukti permulaan yang cukup untuk dilanjutkan ke pendalaman bukti lain. Namun kendala PPKM menyebabkan tertundanya tim turun ke lapangan.
Penyelidik Kejati NTB menemukan bukti permulaan adanya tindak pidana korupsi belanja sewa alat berat dari tahun 2018 hingga 2020.
Dalam kasus sewa alat berat ini, ada dugaan duplikat anggaran. Satu objek proyek namun dibuat dua laporan pertanggungjawaban. Satu laporan dari Dinas PUPR, ada juga dari Bina Program Setda Bima.
“Indikasi inilah yang sedang kami dalami ditingkat penyelidikan,” kata juru Bicara Kejati NTB, Dedi Irawan, SH.,MH, Kamis (9/9).
Setelah penanganan kasus tersebut naik ke tingkat penyelidikan, selanjutnya tim akan meminta keterangan pihak terkait di Bima.
Sebelum dinaikan ke penyelidikan, Kejati NTB telah meminta keterangan sejumlah pihak terkait. Seperti, Kadis PUPR Bima Ir. Nggempo, Kabag Bina Program Setda Bima dan mantan Kabag Bina Program Setda Bima.
Terkait rencana tindak lanjut penyelidikan, tim sedianya akan turun ke Bima untuk mengecek lokasi proyek. Namun masih terkendala status Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM). “Kami belum bisa turun karena status masih PPKM,” terang Dedi. Jika status itu sudah dicabut, timnya langsung terjun ke lokasi.
Ditanya terkait permintaan keterangan terhadap rekanan pemenang lelang sewa alat berat, Dedi Irawan mengaku belum mendapat kabar itu dari penyelidik. “Yang jelas, penyelidik sudah memanggilnya, tapi apakah sudah diperiksa atau belum, saya harus cek lagi,” ungkapnya.
Sebagai rujukan informasi, data dari LPSE Kabupaten Bima, belanja sewa Eksavator dikerjakan melalui Setda Bima. Anggaran tersebut berasal dari APBD dan pengerjaannya oleh CV. S yang bermarkas di Kota Bima.
Tahun 2018, sewa alat berat nilai kontraknya Rp 498 juta, kemudian tahun 2019 Rp 499 juta dan tahun 2020 Rp 500 juta.
Budget tidak hanya dari APBD murni, sebab informasi lain menyebutkan pada APBD Perubahan juga dianggarkan untuk item pekerjaan yang sama.
Kemudian, Tahun 2021 Setda Bima kembali menganggarkan untuk belanja sewa yang sama dengan nilai kontrak Rp 498 juta yang kembali dimenangkan CV. S. Dugaan duble budgeting inilah yang sedang didalami Kejaksaan. (red)

IKLAN

IKLAN

Berita Terkait

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *

Back to top button